Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan Wakil Rektor I Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Negeri se-Indonesia 2018, dengan membahas rencana perbaikan sejumlah kurikulum.
“Undiksha mendapat giliran menjadi tuan rumah, kebetulan kami dari berbagai pulau di Indonesia ini juga menyukai Bali dan khususnya Denpasar sebagai tempat penyelenggaraan pertemuan,” kata Koordinator Wakil Rektor I Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Negeri Indonesia (ALPTKNI) Prof Dr Rustono MHum di sela-sela acara pertemuan tersebut, di Denpasar, Sabtu.
Pertemuan yang diselenggarakan dari 13-15 Juli 2018 ini, diantaranya membicarakan terkait perbaikan atau revisi kurikulum LPTK sebagai upaya untuk menjadikan lulusan LPTK negeri di Indonesia menjadi guru yang benar-benar profesional. Prof Rustono berpandangan, kurikulum LPTK selama ini belum 100 memperkuat disiplin ilmu dari para calon guru karena beban kredit mahasiswa yang harus dipenuhi untuk bidang studi yang dipilih hanya 89 SKS, dari total 144 SKS yang harus dipenuhi selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.
“Kami berpendapat sangat sedikit dengan 89 SKS itu. Untuk menjadi guru profesional, ilmunya tentu harus banyak dan bisa mengajarkan. Oleh karena itu, kami merevisi menjadi 98 atau 100 SKS untuk mata kuliah bidang studinya,” ujarnya yang juga Wakil Rektor I Universitas Negeri Semarang itu.
Misalnya, bagi mahasiswa yang memilih prodi Matematika, maka harus menempuh bidang studi Matematika sebanyak 98 sampai 100 SKS, sisanya baru untuk mata kuliah pedagogik, mata kuliah umum, skripsi, KKN dan sebagainya.
“Selain itu, kami juga ingin menaikkan kredit SKS yang harus dipenuhi selama menempuh pendidikan yang sebelumnya minimal 144 SKS, menjadi 148 atau 150 SKS,” ucap Prof Rustono.
Pihaknya menargetkan perubahan kurikulum tersebut bisa diterapkan mulai tahun akademik 2018 ini, dan secara serentak diterapkan di semua LPTK negara atau pemerintah mulai 2019.
Selain itu, dalam pertemuan para Wakil Rektor 1 ini juga dibahas pentingnya Sarjana Pendidikan untuk mengantongi sertifikat Pendidikan Profesi Guru (PPG) agar bisa menjadi guru yang baik dan bisa diangkat menjadi guru pemerintah.
“Mengapa harus ada PPG karena produksi Sarjana Pendidikan di Indonesia sangat melimpah, terutama produk dari perguruan tinggi swasta, yang IP-nya tinggi-tinggi, tetapi kompetensinya sebenarnya kalah dari LPTK negeri atau pemerintah. Oleh karena itu, kemudian disaring melalui PPG,” katanya.
Menurut Prof Rustono, tidak semua Sarjana Pendidikan bisa lulus PPG karena berdasarkan pengalaman saat mengadakan tes yang diikuti sekian ribu peserta, yang lulus hanya 15 persen. Mayoritas mereka yang tidak lulus berasal dari LPTK swasta. “Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya kalau mempunyai anak-anak hebat masukkan ke LPTK negeri,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor I Undiksha Prof Dr Ida Bagus Bagus Arnyana mengatakan Undiksha merupakan salah satu LPTK negeri yang dipercaya pemerintah sebagai penyelenggara Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sejak 2013, Undiksha menjadi penyelenggara PPG bagi sarjana yang mengabdi di daerah 3T, sementara mulai 2017 juga penyelenggara PPG prajabatan, serta mulai tahun ini PPG dalam jabatan bagi Sarjana Pendidikan yang sudah berprofesi sebagai guru.
Namun, Arnyana melihat pemahaman masyarakat mengenai PPG masih rendah, sehingga seringkali belum menganggap bahwa untuk menjadi guru pemerintah itu tidak perlu mengantongi sertifikat PPG.
“Di sisi lain, keistimewaan Undiksha itu selain menekankan penguasaan pada bidang studi dan kemampuan mengajar atau pedagogik, alumni kami pun berkarakter dan memiliki ‘soft skill’ yang bagus. Sehingga mereka jika kerja dimana-mana selalu menampilkan yang terbaik,” ucap Prof Arnyana sembari mengatakan dari 60 program studi di Undiksha, sebanyak 22 prodi merupakan prodi kependidikan.(ed)
Sumber: AntaraBali