Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) kini telah berkembang menjadi sebuah organisasi bisnis professional dan berdasarkan PP Nomor 11 tahun 2021 telah berubah menjadi organisasi bisnis berbadan hukum. Transformasi ini tentu harus didukung, namun di sisi lain harus dilihat juga konsekuensi logis dari perubahan ini. BUM Desa yang telah menjadi organisasi berbadan hukum kini sejajar dengan berbagai organisasi bisnis lainnya.
Adanya ketentuan berbadan hukum, membuat pengelolaan BUM Desa menjadi lebih profesional layaknya organisasi bisnis yang lain. Tentu ini merupakan kondisi yang sangat baik mengingat BUM Desa memiliki peran yang krusial dalam konteks pertumbuhan ekonomi di desa. BUM Desa yang telah berbadan hukum kini dapat mengembangkan lini bisnis baru dan bahkan dapat menyusun kerja sama bisnis dengan organisasi lainnya. Adanya transformasi ini pada akhirnya menimbulkan konsekuensi logis yang harus diperhatikan oleh pemangku kepentingan. Konsekuensinya adalah tata kelola organisasi BUM Desa harus semakin baik, mekanisme pelaporan keuangannya harus memiliki kualitas yang baik, jelas kewajiban perpajakannya, dan peran yang semakin meluas.
Dalam konteks sebagai organisasi berbadan hukum, peran dari BUM Desa tidak hanya sebagai penggerak ekonomi desa, tetapi juga dalam pemberdayaan masyarakat desa dan peran dalam pencapaian SDGs Desa (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Desa). Dalam hal ini, maka manajemen atau pengelola harus memahami bahwa eksistensi BUM Desa di komunitas sosial desa tidak hanya bertujuan dalam konteks ekonomi atau finansial saja, namun juga memiliki fungsi dalam konteks sosial kemasyarakatan dan lingkungan. Dengan demikian, tranformasi BUM Desa menjadi organisasi berbadan hukum tidak hanya berdampak pada peningkatan kualitas dari internal organisasi, namun juga berdampak pada meluasnya peran dalam komunitas sosial desa.
Konsep SDGs Desa adalah konsep yang disusun oleh pemerintah agar konsep SDGs secara global dapat diimplementasikan dalam level komunitas sosial di desa. SDGs Desa secara sederhana memiliki tujuan agar nilai-nilai dari pembangunan berkelanjutan dapat diimplementasikan sesuai dengan karakteristik komunitas sosial desa. Secara umum, indikator SDGs Desa dapat dikelompokkan menjadi indikator ekonomi, indikator sosial, dan indikator lingkungan. Selama ini, implementasi program di desa yang bertujuan untuk pencapaian indikator SDGs Desa masih berfokus pada pemerintah desa. Hal inilah yang perlu diperbaiki mengingat pencapaian indikator SDGs Desa memerlukan peran dari segala pemangku kepentingan (bersifat inklusif).
Pencapaian indikator dalam SDGs Desa bersifat inklusif dikarenakan indikator yang perlu dicapai sangat luas dan tidak bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja. BUM Desa memiliki peran yang penting dalam membantu pencapaian indikator itu. Jika kita pahami, banyak aktivitas di BUM Desa yang berhubungan dengan indikator SDGs Desa, misalnya aktivitas dalam produksi barang atau jasa, komitmen manajemen BUM Desa dalam menjaga dan mengelola sumber daya desa, distribusi hasil usaha BUM Desa dalam bentuk pendapatan asli desa, komitmen manajemen dalam mengutamakan kesetaraan gender, komitmen manajemen dalam memberikan peluang kerja bagi masyarakat lokal desa, dan aktivitas anti korupsi. Dengan demikian, perlu adanya sudut pandang baru bahwa tugas dalam pencapaian indikator SDGs Desa bukan hanya tugas dari pemerintah desa, melainkan dapat melibatkan banyak pihak di desa. Dengan dipahaminya bahwa BUM Desa memiliki peran yang krusial dalam pencapaian indikator SDGs Desa, maka seluruh pemangku kepentingan harus melihat BUM Desa sebagai “aset” desa yang harus didukung eksistensinya karena perannya tidak hanya dalam konteks ekonomi, namun juga dalam konteks sosial dan lingkungan.
Oleh: Putu Sukma Kurniawan (Dosen Fakultas Ekonomi Undiksha)