Singaraja- Menyongsong revolusi industri 4.0, Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) tak hanya memperkuat kualitas sumber daya manusia, termasuk lulusan. Perguruan tinggi yang telah memiliki Fakultas Kedokteran ini juga menggenjot pengembangan industri kreatif. Hal tersebut disampaikan Rektor, Prof. Dr. I Nyoman Jampel, M.Pd di sela-sela pertemuan dengan Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi Ditjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Selasa (24/6/2019).
Rektor asal Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini menyampaikan pengembangan industri kreatif sangat memungkinkan untuk dilakukan oleh Undiksha karena memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang tak kalah dengan perguruan tinggi lain. Hal tersebut tinggal diimbangi dengan penguatan pemahaman. “SDM kita tidak kalah. Melalui pertemuan ini, dosen yang sudah terbiasa meneliti akan semakin terpacu untuk mengembangkan inovasi. Penelitian yang dihasilkan bisa tergarap sampai hilir sehingga bisa mendatangkan hasil atau bisa jadi bisnis,” ungkapnya.
Produk inovatif, salah satunya berupa body kendaraan berbahan serat telah berhasil diciptakan dosen perguruan tinggi dengan delapan fakultas ini. Produk itu bisa diproduksi lebih lanjut karena memiliki pangsa pasar cukup menjanjikan. “Informasinya, kebutuhan per tahun lumayan besar. Kalau kita bisa berkontribusi disana, tentu kita akan bisa mendapatkan keuntungan juga. Kita sebagai perguruan tinggi juga bisa memberikan manfaat pada negara dan masyarakat,” ucapnya.
Selain memaksimalkan pengelolaan produk yang sudah ada, Undiksha juga merancang kerjasama dengan pemerintah daerah untuk bisa meggarap potensi daerah, khususnya di Kabupaten Buleleng. “Ini kami segera tindaklanjuti. Untuk di internal lembaga, fakultas juga segera dirapatkan. Karena dalam industri keatif ini, perlu kolaborasi,” imbuhnya.
Direktur Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi, Ir. Retno Sumekar, M. Sc., mendorong perguruan tinggi, termasuk Undiksha untuk bisa berkontribusi dalam pengembangan industri kreatif. Hanya saja, ditegaskan harus didukung kolaborasi antarfakultas, antardisplin ilmu. “Di era revolusi industri 4.0, harus ada kolaborasi. Kita tidak bisa bekerja sendiri,” ucapnya.
Dijelaskan pula, belakangan masih ditemukan yang dilakukan perguruan tinggi baru sebatas riset saja dan telah berhenti pada publikasi jurnal ilmiah. Di era revolusi industri 4.0, hal demikian diharapkan tidak ada lagi. “Kita menginginkan anggaran negara yang dukucurkan ke perguruan tinggi menghasilkan sesuatu yang menjadi income generating,” tegasnya.
Pengembangan industri kreatif, sambungnya perguruan tinggi bisa melakukan inovasi yang sudah ada, kemudian diidentifikasi mana yang bisa dijadikan industri dan mana yang bisa diimplementasikan ke masyarakat maupun yang hanya bisa masuk ke jurnal ilmiah. “Kedua, bisa membuat riset tentang kebutuhan industri, kita menjawab kebutuhan pasar, itu yang harus diperhatikan,” ucapnya. (hms)