Singaraja- Kasus korupsi masih menjadi persoalan di Indonesia. Orang yang terjerumus dalam kasus yang merugikan negara ini berasal dari berbagai kalangan. Kasus tersebut menjadi perhatian Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). Upaya pencegahan dilakukan dengan mengedukasi masyarakat melalui kegiatan seminar nasional, Jumat (1/10/2021).
Seminar yang bernama Seminar Nasional Civic Law (SENACILA) ke-2 ini berlangsung secara daring dengan mengusung tema “Peran Pendidikan dalam Pengembangan Karakter dan Jiwa Antikorupsi di Perguruan Tinggi”. Narasumber yang dihadirkan adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI), Komjen. Pol. Drs. Firli Bahuri, M.Si., dan Akademisi Undiksha, Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, M.Pd.
Seminar dengan peserta yang terdiri atas akademisi, guru, praktisi, pengacara, notaris, dan mahasiswa ini dibuka Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kerjasama Undiksha, Dr. Gede Rasben Dantes, S.T.,M.T.I. Ia menyampaikan Undiksha ingin menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai kompetensi sesuai dengan bidang keilmuannya, tetapi juga harus memiliki karakter yang utuh, salah satunya bersikap anti korupsi. Oleh karena itu, dirinya memberikan apresiasi atas pelaksanaan seminar ini. “Kegiatan hari ini merupakan sebuah kebanggan bagi Universitas Pendidikan Ganesha karena bisa menghadirkan Ketua KPK meskipun kegiatan ini kita lakukan secara virtual,” ungkapnya.
Disampaikan lebih lanjut, Undiksha sebagai salah satu institusi berkeinginan untuk menjadikan pendidikan anti korupsi sebagai salah satu mata kuliah wajib. Hal ini untuk mendukung pemerintah dalam rangka untuk mewujudkan generasi penerus yang berkarakter, yang akan menjadi pemimpin di Indonesia ini.
Berkaitan dengan materi seminar, Ketua KPK RI, Firli Bahuri menyampaikan wujud korupsi dapat berbentuk pemerasan, bentuk suap menyuap, bisa juga terjadi terkait perbuatan curang, pemerasan, dan gratifikasi. Jika korupsi terus berkembang, terus menggerogoti kehidupan dan menyentuh segenap aspek kehidupan, maka negara bisa mengalami keterpurukan. Karena dampak korupsi bisa saja menimbulkan kemiskisan, kerusakan alam, biaya ekonomi tinggi, tingkat pendidikan menjadi rendah, serta mengganggu kualitas pelayanan pelayanan publik. “Untuk itu mari kita satukan komitmen untuk memberantas korupsi,” ajaknya.
Banyak sebab terjadinya korupsi, yaitu karena keserakahan, ada kesempatan, ada kekuasaan, karena hukuman terendah. Selain itu korupsi juga terjadi karena lemahnya sistem, gagalnya sistem dan buruknya sistem. Dalam upaya pemberantasa korupsi, Firli menyatakan setidaknya ada tiga strategi yang dikedepankan oleh KPK. Pertama, dengan pendidikan masyarakat yang didalamnya menyangkut pemahaman korupsi dan dampak yang ditimbulkan. Strategi kedua, melalui pencegahan dengan perbaiki sistem. Dalam hal ini, perlu peran dunia pendidikan untuk melakukan kajian, telaah, penelitian terhadap sistem yang memicu terjadinya korupsi. “Saya sungguh berharap dengan Universitas Pendidikan Ganesha memberikan andil besar untuk perbaikan sistem. Mungkin saja dimulai dengan sistem tata pemerintahan kabupaten/kota yang mencangkup aspek kehidupan. Dengan sistem yang baik, maka tidak ada peluang dan kesempatan untuk melakukan korupsi, jangan pernah membuat sistem atau membiarkan sistem yang ramah dengan praktik korupsi,” tegasnya.
Strategi yang ketiga, KPK melakukan penindakan tegas dengan cara profesional dengan maksud agar orang takut melakukan korupsi. Di luar hal itu, KPK juga membangun integritas. “Karena sesungguhnya dengan integritas, maka praktik-praktik korupsi bisa kita jauhi,” imbuhnya.
Sementara itu, narasumber I Wayan Lasmawan secara tegas menyatakan korupsi harus diberantas sampai dengan akar-akarnya. Menurutnya, korupsi merupakan hal yang tidak manusiawi, jadi diperlukan upaya untuk memanusiakan manusia yakni dengan jalan homonisasi dan humanisasi untuk membentuk karakter manusia yang anti terhadap tindak pidana korupsi. Pendidikan anti korupsi menurutnya merupakan salah upaya pemberantasan korupsi yang bersifat preventif, sebagai pelengkap upaya pemberantasan korupsi secara kuratif. “Perguruan tinggi bisa menjadi motor penggerak integritas karena mampu berperan penting memberhentikan “supply” koruptor di negeri ini,” kata akademisi yang juga sebagai Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, Keuangan, dan Sumber Daya Undiksha.
Disampaikan lebih lanjut, memerangi korupsi melalui pendayagunaan jalur pendidikan formal sebagai suatu bagian menangani korupsi merupakan salah satu strategi yang diharapkan cukup signifikan, mengingat masyarakat terdidik inilah yang perannya dimasyarakat cukup dominan. “Mereka tidak cukup hanya dibekali pengetahuan dan kemampuan bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat, tetapi yang lebih utama adalah bagaimana menggunakan ilmu dan cara-cara tersebut dengan benar, tanpa harus melakukan korupsi, bahkan termasuk kiat-kiat untuk melawan korupsi, dorongan atau motivasi untuk aktif berperan dalam upaya memerangi atau memberantas korupsi. Perguruan Tinggi dapat mengoptimalkan tangujawab Tri Dharma Perguruan Tinggi-nya dalam memerangi Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya. (hms)