Singaraja- Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, menjadi saksi digelarnya sarasehan masyarakat adat pada 16-17 November 2024. Acara ini diselenggarakan oleh Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia bekerja sama dengan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). Bertempat di Wantilan Desa Adat Pedawa, sarasehan ini menjadi ruang diskusi penting untuk mendayung suara masyarakat adat dalam menghadapi tantangan modernisasi sekaligus merajut harmonisasi antara alam dan manusia.
Acara ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah Kabupaten Buleleng, akademisi Undiksha, pemerintah desa adat dan dinas Pedawa, karang taruna, serta mahasiswa dari Jurusan Sejarah, Sosiologi, dan Perpustakaan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiksha. Kehadiran berbagai elemen ini diharapkan memperkuat peran kolektif dalam menjaga eksistensi adat dan budaya.
Dekan FHIS Undiksha, Prof. Dr. I Nengah Suastika, yang mewakili Rektor Undiksha Prof. Dr. I Wayan Lasmawan menyampaikan bahwa nilai-nilai sosial yang terkandung dalam kehidupan desa adat memiliki kedudukan penting sebagai pondasi kehidupan. Namun, modernisasi, kemajuan teknologi, dan mobilitas masyarakat adat kerap mengikis nilai-nilai tradisional tersebut.
“Generasi muda kita lebih banyak bekerja di luar desa, sehingga pewarisan tradisi adat secara turun-temurun terhambat. Gotong royong yang dulunya menjadi ciri khas kini lebih banyak dihadiri oleh orang tua, sementara generasi muda lebih memilih ke kota dan membawa budaya urban. Dampaknya, eksistensi rumah adat dan nilai-nilai tradisi adat mulai tergerus,” ungkap Prof. Suastika.
Dekan asal Desa Bonyoh, Bangli ini juga menyampaikan contoh yang mengelitik terkait dengan tanda gradasi terhadap budaya Bali. Generasi muda kini justru lebih kenal dengan Bintang film luar negeri dari pada tokoh-toko pewayangan. “Ini adalah persoalan prinsip,” katanya.
Sarasehan ini menjadi momen strategis untuk berbagi gagasan, menyusun langkah bersama, dan mengembalikan nilai-nilai adat pada tempatnya. Dalam kesempatan itu, Prof. Suastika juga menyinggung pentingnya pembentukan Kementerian Kebudayaan yang khusus menangani isu adat dan budaya.
“Kami berharap persoalan adat dan tradisi budaya mendapat perhatian yang lebih besar sehingga masyarakat adat semakin mandiri, kuat, dan mampu bertahan di tengah dinamika global,” ujarnya.
Sementara itu, Agus Setyo Budi, perwakilan dari Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, mengajak peserta untuk membangun harmoni antara manusia dan alam, sebagaimana yang dicontohkan masyarakat Desa Pedawa.
“Melihat kondisi saat ini, sangat penting untuk menjaga keseimbangan alam. Eksploitasi yang berlebihan akan berdampak buruk bagi kehidupan kita semua. Saya menaruh harapan besar pada peran masyarakat adat dalam menjaga alam, tradisi, dan nilai-nilai kearifan lokal,” ujar Agus.
Prajuru Desa Adat Pedawa, I Ketut Kusuma Ratjaya, yang mewakili Klian Desa Adat, mengapresiasi pelaksanaan sarasehan ini. Ia menekankan bahwa Desa Pedawa memiliki berbagai keunikan, baik dalam tradisi, budaya, maupun sistem pemerintahan desa adat.
“Kami terus berupaya menjaga warisan leluhur kami. Sarasehan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang penting untuk semakin menguatkan eksistensi budaya Desa Pedawa,” katanya.
Sarasehan ini diisi dengan berbagai materi menarik, seperti peran masyarakat adat terhadap ketahanan pangan yang dibawakan oleh narasumber dari Dinas Ketahanan Pangan Buleleng, pengembangan wisata berbasis masyarakat adat oleh narasumber dari Dinas Pariwisata Buleleng, hingga eksplorasi kearifan lokal Desa Pedawa dari akademisi Undiksha. Acara ini diharapkan menjadi langkah nyata dalam memperkokoh adat dan budaya di tengah gempuran modernisasi. (hms)