Singaraja- Revisi kurikulum tahun 2016 Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) masih berlanjut. Tahapannya sudah memasuki validasi draft melalui workshop, Kamis (16/5/2019). Secara umum, kurikulum baru nantinya diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan global maupun mendapat pengakuan internasional.
Ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LPPPM) Undiksha, Prof. Dr. AAIN. Marhaeni, M.A mengungkapkan revisi kurikulum ini sudah dicanangkan sejak Maret 2019. Dalam prosesnya, berbagai hal menjadi perhatian serius. “Kami memulai merevisi dengan memperhatikan, mempertimbangkan muatan-muatan kurikulum. Minimal dalam perspektif kami, yang dimasukkan terkait dengan berbagai tantangan dan kemajuan dewasa ini, ada literasi abad 21, revolusi industri 4.0, dan pula memperhatikan bagaimana kurikulum ini bisa mengakomodasi visi dan misi Undiksha,” jelasnya.
Disampaikan lebih lanjut, revisi akan berlangsung sampai Juni, sehingga kurikulum yang baru sudah teraplikasikan pada tahun ajaran 2019/2020. Sebelum beranjak ke workshop yang menghadirkan narasumber akademisi Undiksha, Prof. Dr. Nyoman Dantes ini, program studi yang menjadi sasaran telah melakukan pembahasan melalui Focus Group Discussion (FGD). “Sekarang sudah menyetorkan profil dan struktur kurikulum. Inilah yang akan divalidasi. Tujuan ini untuk mendapatkan justifikasi dan input dari dosen senior yang ada di Prodi tersebut atau yang memiliki keahlian yang memiliki bidang ilmu di prodi tersebut. Dengan validasi ini, kami berharap kita mendapat masukan yang lebih konstruktif, terjadi penyamaan persepsi yang baik dan kami berharap bahwa para validator ini nantinya akan ikut secara moral mendampingi di prodinya masing-masing untuk pengembangan kurikukum selanjutnya,” terang Marhaeni.
Revisi kurikulum menyasar program kependidikan, non kependidikan dan vokasi. Rektor Undiksha, Prof. Dr. I Nyoman Jampel, M.Pd menginginkan kurikulum yang baru bisa mendapat pengakuan internasional. Hal tersebut dipandang penting untuk menjawab tuntutan global, salah satunya revolusi indsutri 4.0 maupun memperluas kerjasama dengan perguruan tinggi di luar negeri. “Dengan tuntutan revolusi industri 4.0, kita tidak hanya harus literasi teknologi maupun literasi data. Saya harapkan kedepan kurikulum ini bisa mendapat pengakuan internasional. Kalau sudah diakui, barulah bisa terjadi proses lebih lanjut. Kita akan bisa melaksanakan kerjasama, atau joint degree. Itu pasti ada kesamaan dari kurikulum. Kami ingin memiliki kurikulum yang mapu melampaui revolusi industri 4.0,” tegasnya.
Tak hanya itu, melalui revisi ini, diharapkan bisa menghasilkan ilmu baru yang sesuai dengan lapangan kerja. Selain itu, tidak ada lagi mahasiswa yang drop out dan tidak ada masa tunggu untuk terserap dunia kerja. “Dalam validasi kurukulum ini, kami arahkan seperti itu. Saya yakin dengan kebersamaan dan juga bertemunya dari berbagai segi pikiran ini, bisa menghasilkan kurikulum yang bisa melampui tuntutan perkembangan zaman sekarang,” sebutnya.
Tahun 2019, sambung Rektor asal Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini telah dirintis sebagai tahun internasionalization at home dan diharapkan berjalan efektif pada 2020. Hal yang perlu diberikan untuk mahasiswa tak hanya cukup pada peningkatan pemahaman informasi teknologi maupun bahasa asing. Lebih penting dari itu juga perlu antisipasi akan adanya pergeseran kerja. “Dengan kita sudah memiliki kurikulum yang sudah ada kesepadanan dengan kurikulum perguruan tinggi di negara lain di negara ASEAN minimal, bahkan di Asia, sehingga nanti kita enak untuk joint degree,” ucapnya.
Pendidikan vokasi sedang naik daun. Kurikulum untuk program tersebut juga diinginkan terkonsep dengan baik, dengan harapan outputnya semakin berkualitas. “Kalau di vokasi, yang sudah kita miliki untuk S-1 sudah ada enam pogram studi. Ini kedepan, yang saya harapkan outputnya itu, sebelum wisuda harus memiliki minimal satu sertifikat kompetensi,” katanya. Hal tersebut ditegaskan tidak bisa dibantah. “Ini jangan dibantah. Kalau tidak (memiliki sertifikat kompetensi-red), untuk apa kita luluskan dia. Yang sulit mencari kerja yang lainnya, selain menjadi guru. Untuk jadi guru pun begitu. Untuk bisa lolos PPG, harus menyertai satu sertifikat kompetensi. Coba kalau tidak, mau PPG tidak bisa. Dalam penyusunan kurikulum ini harus sudah diatur. Bagaimana PPG 1 semester, magang 1 semester. Jangan berpikir, kalau mahasiswa magang, terorinya bagaimana? Teori bisa diberikan langsung di tempat magang. Utamakan praktek dulu,” kata Jampel. Melahirkan lulusan berkualitas, khususnya untuk program vokasi, imbuhnya perlu diimbangi gerakan gayung bersambut dari dosen. “Dosen pegajar juga harus memiliki sertifikat kompetensi,” imbuhnya. (hms)