Lukisan wayang kamasan menjadi salah satu kekayaan Budaya Bali. Lukisan yang diyakini telah berkembang pesat pada abad ke-14, zaman Kerajaan Gelgel diperintah oleh Dalem Waturenggong.
Lukisan ini memiliki karakter yang unik. Bentuk dan isinya menunjukkan kesan yang harmonis. Bentuk berkaitan dengan struktur lukisan dan isi terkait dengan nilai-nilai sosial budaya maupun cerminan realitas kehidupan manusia. Keunikannya ini mampu menjadikannya digemari oleh para pecinta seni.
Keberadaan lukisan yang sarat cerita ini tidak hanya dijumpai di Desa Kamasan, baik di setiap rumah maupun di sejumlah bangunan desa. Tetapi juga di tempat lain, salah satunya di bangunan Kertha Gosa yang berlokasi di pusat Kota Semarapura. Lukisan ini menjadi penghias langit-langit bangunan dan menjadi daya tarik para wisatawan yang berkunjung.
Eksistensi wayang kamasan di masa modern tak luput dari pengaruh pengelolaan sistem melukis yang dilakukan secara komunal. Setiap lukisan dihasilkan melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan masing-masing keahlian, dari pembuat bahan, pelukis, hingga ahli pewarna.
Saat ini, para seniman telah memasuki usia senja. Realitas ini tentunya harus disikapi dengan upaya regenerasi, sehingga eksistensi wayang Kamasan sebagai kekayaan budaya Indonesia dapat terus dipertahankan.
Keberadaan sanggar merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan oleh beberapa tokoh pelukis wayang kamasan untuk menjaga regenerasi. Akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) memiliki ketertarikan untuk mengkaji lebih dalam tentang tantangan dalam penyelenggaraan sanggar ini. Berdasarkan hasil observasi, pengelolaan sanggar yang sifatnya nonformal, belum didukung kurikulum untuk pembelajaran. Pembelajaran selama ini dilakukan dengan mengandalkan penuturan guru sebelumnya.
Temuan lainnya adalah masih minimnya aktivitas yang mewadahi partisipasi generasi muda untuk berpartisipasi aktif mengenal dan bersentuhan langsung dengan lukisan wayang kamasan, seperti halnya lomba melukis dan mewarnai.
Dalam konteks itu, akademisi Undiksha yang terdiri atas Ida Bagus Nyoman Pascima, I Gede Partha Sindu, dan Putu Riesty Masdiantini mencoba turut ambil peran untuk merawat regenerasi lukisan wayang Kamasan. Peran tersebut direalisasikan melalui program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM). Pelaksanaan program ini juga melibatkan mahasiswa, Dewa Made Wisma Dwipayoga, I Dewa Gede Agung Wibhisana, I Komang Sasra Wiardana, dan Kadek Rosila Putri. Program ini digagas sebagai pendekatan kolaboratif dengan berbagai pihak, seperti Rumah BUMN Klungkung, Pemerintah Desa Kamasan dan masyarakat.
Ketua tim, Ida Bagus Pascima menjelaskan program yang dijalankan, yaitu perancangan kurikulum wayang kamasan serta kegiatan perlombaan melukis wayang kamasan. Perancangan kurikulum di desain sebagai bagian dari pendidikan non formal yang ke depan diharapkan juga berkorelasi bagi meningkatnya partisipan dalam penyelenggaran perlombaan melukis wayang kamasan dalam scope yang lebih besar. Integrasi yang demikian diharapkan membuka peluang yang lebih efektif dan optimal bagi upaya pelestarian wayang kamasan.
Pengabdian ini sepenuhnya didanai oleh DRTPM – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada skema pengabdian Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat. Selain regenerasi pelukis, ada dua program utama lainnya yang dilaksanakan, yaitu pelatihan sosial media marketing dan fotografi serta mengembangkan media promosi berupa kalender saka Bali lukisan wayang kamasan dengan dilengkapi aplikasi web untuk mengenalkan pelukisnya. “Untuk pengembangan kurikulum kami lakukan sejak Juli 2023 dan lomba mewarnai pada 5 September 2023. Kegiatan lomba mewarnai dengan target 50 pendaftar, tapi membludak sampai 63 orang karena banyak orangtua yang meminta bantuan untuk anaknya dapat mengikuti lomba,” terangnya.
Melalui serangkaian prrogram tersebut, dosen Fakultas Teknik dan Kejuruan Undiksha ini berharap banyak orang kembali melihat potensi yang ditawarkan kesenian lukisan wayang Kamasan dan menyadarkan kembali banyak orang tentang berharganya kesenian ini. “Selain itu, memperkenalkan kesenian ini dan mengembangkan kurikulum, harapannya dapat membantu meningkatkan kecintaan terhadap melukis wayang Kamasan yang berdampak pada regenerasi pelukis,” pungkasnya. (rls)