FAKULTAS Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) melangsungkan piodalan ageng di Parahyangan setempat, Sabtu (10/9/2022), bertepatan dengan purana ketiga. Upacara yang digelar ini nampak spesial. Seperti apakah itu?
Menginjak sore, kampus FBS Undiksha yang berlokasi di Jalan A.Yani Singaraja nampak ramai. Pada hari libur perkuliahan itu, civitas akademika datang silih berganti. Mengenakan pakaian adat Bali, lengkap membawa banten untuk dihaturkan di Parahyangan. Dharma gita dan gamelan turut mengiringi. Kesakralan upacara pun semakin menguat.
Tidak jauh berbeda dengan tahapan piodalan pada umumnya. Saat hari kian sore menjelang petang, digelar upacara pacaruan, mendak, kale hias, ngelinggihang, dan berlanjut ngaturang bhakti piodalan, dan persembhyangan.
Upacara ini sangatlah spesial. Tidak hanya karena digelar setiap sepuluh tahun sekali sehingga menjadi momen yang ditunggu-tunggu, khususnya oleh civitas akademika FBS Undiksha. Lebih dari itu juga dihadiri mahasiswa non Hindu dari program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM). Mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia ini diajak untuk menyaksikan prosesi upacara, seperti pertunjukan topeng sidakarya. Topeng ini muncul sebagai persembahan tari pamungkas (wewalen) sebelum upacara persembahyangan dimulai. Selain itu juga ada yang tampil dalam pentas bersama sekaa Bondres Rare Kual.
Mahasiswa PMM yang terdiri atas berbagai program studi ini tidak menyaksikan dari kejauhan. Mereka berbaur di tengah-tengah mahasiswa Hindu Undiksha. Suasana keakraban dan harmonis tampak sangat kuat. Suasana yang menggambarkan sebuah kebersamaan dan toleransi di tengah kemajemukan bangsa.
Anisatul Mardhiyah, mahasiswa PMM yang turut menyaksikan upacara ini. Ia mengaku momen ini dapat memberikannya pengetahuan lebih dalam tentang budaya Bali. “Awalnya kami belum tahu, belum pernah menyaksikan secara langsung. Ternyata banyak sekali budaya-budaya di Bali. Jadi kita sangat excited, seru acaranya menurut kami,” tuturnya.
Pada momen ini, ia yang berasal dari Universitas Internasional Semen Indonesia merasakan adanya sebuah toleransi yang sangat kuat. Hal yang sama juga dirasakan oleh mahasiswa lain, Mestina Br.Gea. Ia yang berasal dari Universitas Prima Indonesia, Medan melihat suasana ini menunjukkan kebhinekaan. “Disini juga nampak bhineka tunggal ikanya. Bisa saling toleransi kuat. Banggalah sama Undiksha. Tidak menyangka bisa ikut, apalagi berpatisipasi di sini dan itu kebanggan yang luar biasa buat kami,” ucapnya.
Dekan FBS Undiksha, Prof. Dr. I Made Sutama, M.Pd., mengatakan pihaknya yang mengundang mahasiswa PMM untuk menyaksikan pelaksanaan upacara ini, sekaligus untuk mengenal tradisi beragama masyarakat Hindu, khususnya di Bali dan budaya Bali. “Mudah-mudahan ini menambah wawasan keindonesiaan mereka setelah ada di Undiksha,” katanya.
Momen ini menurutnya luar biasa. Bagaimana mahasiswa beragam suku berkenan datang dengan tidak melihat pelaksanaan upacara sebagai sesuatu yang sangat keagamaan. Hal ini dinilai mencerminkan sesungguhnya toleransi tumbuh baik. “Ini bentuk implementasi harmoni yang terbingkai Tri Hita Karana. Dalam sisi parahyangan lewat upacara ini kita mendekatkan diri, mengharmoniskan hubungan kita dengan tuhan. Pas yang hadir luar biasa, sisi lain lagi pawongan, juga berjalan dengan sangat baik. Ini tanda bahwa apa yang ditetapkan oleh pimpinan Undiksha semakin berhasil kita terapkan,” pungkas Dekan asal Ubud, Kabupaten Gianyar ini. (hms)