Singaraja- Desa Sinabun, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng menjadi salah satu desa di Bali yang terkenal sebagai sentra penghasil kain tenun. Dalam perkembangannya, desa ini digagas sebagai desa wisata tenun. Akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) mengambil peran dalam rangka mewujudkan gagasan tersebut. Salah satunya dengan menyiapkan sumber daya manusia pendukung yang diwujudkan dengan pelatihan dan pendampingan budidaya ulat sutera yang dimulai pada 15 Juli 2022.
Program ini merupakan tahapan Skim Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) dan Desa Binaan yang diprakarsai oleh akademisi Dr. rer.nat. I Wayan Karyasa, S.Pd.,M.Sc., dengan anggota Dr. Made Agus Wijaya, S,Pd.,M.Pd., dan I Gede Putu Banu Astawa, S.T., M.Ak..
Pelatihan budidaya ulat sutera dipusatkan di Pertenunan Artha Dharma Desa Sinabun yang dikelola oleh mitra, Ketut Rajin. Kegiatan yang diikuti oleh sejumlah warga ini menghadirkan pelatih dan pendampingi dari Pusat Riset Zoologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dra. Lincah Andadari, M.Si., dan Herman Sari.
Ketua Pelaksanaa PTUPT dan Desa Binaan, I Wayan Karyasa menjelaskan program pelatihan dan pendampingan ulat sutera ini adalah dalam rangka desa binaan untuk pengabdian masyarakat dan serangkaian dari PTUPT, yaitu tentang pembuatan benang sutra yang bersifat anti bakteri yang akan digunakan sebagai biomaterial multifungsi. “Oleh karena itu, masyarakat kami kenalkan yang pertama tentang pelatihan budidaya ulat sutra yang mendatangkan ahli atau peneliti dari BRIN,” jelasnya.
Pada pelatihan ini, warga tidak hanya diperkenalkan dengan proses penetasan telur ulat sutera, proses pemeliharaan hingga menghasilkan kokon. Lebih dari itu, juga diajak menyaksikan serangkaian eksperimen dalam delapan perlakukan terhadap ulat sutera. “Karena disini masyarakat akan melihat eksperimennya. Kami memberikan pakan yang berbeda. Yang ujungnya nanti benang sutranya anti bakteri, berwarna sendiri karena nanti warnanya diberikan dipakannya. Jadi tidak perlu mencelup lagi,” jelasnya.
Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam eksperimen akan menjadi model pemberdayaan masyarakat yang baru. Masyarakat tidak lagi hanya menerima teknologi yang sudah ada, tetapi dapat mengikuti serangkaian proses. Hal tersebut sekaligus sebagai ruang untuk menumbuhkan daya kritis dan meningkatkan inovasi. “Tujuan kita kan mencerdaskan masyarakat. Jadi para dosen maupun peneliti tidak perlu takut gagal, tapi mari bersama bereksperimen bersama-sama dengan masyarakat. Hal ini akan menjadikan inovatif environment,” katanya.
Lebih lanjut, Karyasa menyampaikan pelatihan budidaya ulat sutera ini tidak lepas dari tantangan yang dihadapi para perajin tenun, yaitu masih sulit mencari kain sutera dan harganya malah. Persoalan tersebut dinilai memerlukan alternatif penyediaan bahan baku yang lebih murah dan berkesinambungan. “Sehingga perajin disini sangat berminat sekali. Program kami di tahun 2020, UKM Indonesia Bangkit, kita sudah menyumbangkan alat teling. Ini memerlukan ketersediaan kokon,” ungkapnya.
Ditambahkan, kebutuhan kokon nasional sangat besar. Akan tetapi yang terpenuhi baru sekitar 5 persen. Hal ini dinilai dapat menjadi peluang besar bagi masyarakat untuk melakukan budidaya. Peluang tersebut diharapkan dapat dilirik oleh masyarakat Desa Sinabun maupun desa lainnya. “Untuk budidaya memerlukan pakan berupa daun murbei. Ini bisa kita tanam dengan masih, murah dan mudah. Untuk panen kokon memerlukan waktu 28 hari,” imbuhnya.
Kepala Desa Sinabun, Nyoman Sumenada menyambut antusias pelatihan ini. Ia berharap ulat sutera dapat dikembangkan dan dibudidayakan di desanya dalam rangka memenuhi bahan baku produksi kain tenun dan menambah ekonomi masyarakat.
Sementara itu, pelatih dan pendamping dari BRIN, Lincah Andadari mengatakan dilihat dari kondisi wilayah, potensi dan animo masyarakat Desa Sinabun, budidaya ulat sutera optimis untuk dilakukan. “Atas hal itu kami sangat senang dan akan mendukung sepenuhnya. Dan mudah-mudahan kolaborasi antara Undiksha, BRIN, dan juga perajin dan masyarakat di Singaraja ini akan berlanjut dan sukses,” harapnya.
Ia menyampaikan tips untuk sukses budidaya ulat sutra sebenarnya sangat sederhana, yaitu tekun dan pemeliharaan sesuai dengan SOP. “Budidaya ini juga tidak mengenal umur karena bisa dikerjakan oleh siapa saja yang penting telaten, SOP diikuti, saya yakin akan sukses,” pungkasnya.
Kegiatan ini dibuka oleh Sekretaris Pusat Pengabdian Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Undiksha, Putu Indah Rahmawati, Ph.D. Ia menyatakan LPPM menyambut baik kegiatan transfer teknologi kepada masyarakat, terlebih yang memiliki prospek finansial. “Saya melihat ini ada prospek finansialnya, ada peluang ekonomi dan bisnis yang bisa diserap oleh masyarakat dari budidaya ulat sutra ini,” ucapnya.
Ia berharap semakin banyak dosen Undiksha yang hadir di masyarakat dalam rangka transfer pengetahuan melalui program pengabdian masyarakat. “Kami berharap para dosen yang tingkat pengetahuan dan keahliannya sangat tinggi agar bisa disampaikan kepada masyarakat melalui pengabdian kepada masyarakat. Sehingga ilmunya bermanfaat bagi masyarakat disekitarnya dan di Bali khussnya,” imbuhnya. (hms)