Gerabah Banyuning selama ini hanya digunakan untuk kebutuhan upacara keagamaan (Hindu) saja. Itu sebabnya benda-benda yang di produksi oleh pengrajin Banyuning pun terbatas pada kebutuhan upacara keagamaan, misalnya cubek (tempat tulang mayat), kekeb (tempat api), coblong dan caratan (tempat air suci), dan lain-lain.
Produk kerajinan ini meski berjalan dengan baik, memiliki pasar yang cukup luas, dan bertahan dari satu generasi ke generasi lainnya, sesunguhnya masih banyak potensi keterampilan yang bisa dikembangkan oleh para perajin gerabah Banyuning ini. Namun, Ada dua kendala yang dihadapi para perajin itu, yaitu: masalah produksi dan masalah manajemen.
Kendala ini coba dipecahkan oleh sebuah Tim Pengabdian pada Masyarakat Undiksha dalam program Ipteks bagi Masyarakat (IbM) yang dipimpin Dra. Luh Suartini, M.Pd. dengan anggota Drs. Agus Sudarmawan, M.Si. dan Drs. Hardiman, M.Si. dengan menyodorkan solusi workshop pembuatan prototype elemen estetik interior dan eksterior berupa relief dan benda-benda estetik rumah etnik, dan memperkenalkan manajemen distribusi karya seni melalui tatakelola pameran.
Dua orang pengerajin, Kadek Sariani dan Luh Padma masing-masing dengan timnya sejak Maret hingga Oktober 2017 didampingi oleh Luh Suartini dkk. membuat beragam relief cetak; guci dengan varian bentuk, ukuran, dan motifnya; piring, mangkok dan vas bunga yang juga dengan varian ukuran dan dekorasinya. Hasilnya adalah sembilan prototype guci, puluhan piring, puluhan mangkok, dan puluhan vas bunga yang siap diapresiasikan kepada publik luas. Pameran dengan tajuk “Elemen Etetik Rumah Etnik” yang diselenggarakan di ruang pameran FBS Undiksha pada 11 hingga 13 Oktober ini adalah bentuk apresiasi. Dalam pameran yang dibuka oleh ketua Pusat P2M Undiksha, Prof. Dr. Nyoman Wijana, M.Si. itu, selain proses apresiasi juga berlangsung transaksi pembelian dan pemesanan beragam kerajinan gerabah.