Pesta demokrasi akan berlangsung pada tahun 2024 mendatang. Dalam perhelatan politik ini, tentunya seluruh komponen masyarakat diharapkan dapat ikut serta menyalurkan hak suara untuk bisa bersama-sama menentukan pemimpin bangsa yang akan menentukan nasib negara ke depannya. Generasi muda yang disebut sebagai generasi emas, keikutsertaannya sangat diharapkan.
Akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) I Gusti Ayu Apsari Hadi, S.H., M.H memberikan pemahaman tentang hakikat Pemilu. Pada dasarnya Pemilu yang diselenggarakan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat. Hal tersebut karena sudah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 22 E ayat 1 yang menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan secara umum berdasarkan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Hal itu bukan sekdar legal formal semata, tetapi harus diimplementasikan dan diwujudkan karena Pemilu dikatakan sebagai perwujudan kedaulatan rakyat sebagai salah satu prinsip demokrasi yaitu pemerintahan yang bersumber dari, oleh, dan untuk rakyat. Oleh sebab itu, rakyat memiliki peranan penting sehingga diharapkan ikut mengontrol pemerintahnya dan masyarakat berhak untuk memilih pemimpinnya.
Melalui Pemilu, para pemimpin terpilih juga diharapkan bisa menyesuaikan rencana-rencana pembangunan yang akan dibuat agar disesuaikan dengan rencana pembangunan yang telah dibuat sebelumnya oleh pemimpin terdahulu.
Dari penelitian yang telah dilakukan olehnya di Kabupaten Buleleng, ditemukan bahwa tingkat keberadaan pemilih pemula hampir 70% sebagai dampak dari bonus domografi. Sehingga usia pemilih pemula pada tahun 2024 diperediksi akan meningkat. Seperti diketahui, pemilih pemula memiliki usia minimal 17 tahun sehingga menjadi fakkor penting pada pelaksanaan Pemilu, bahkan bisa dikatakan pemilih pemula ini adalah pemeran utama dalam kontestasi pemilu 2024.
Akan tetapi pemilih pemula yang masih awam akan Pemilu masih perlu diarahkan agar bisa mengenali para calon yang akan dipilih nantinya. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan melalui sosial media yang sangay akrab dengan generasi muda.
Selain itu juga perlu dilakukan sosialisai agar para generasi muda khususnya pemilih pemula dapat menjadi pemilih cerdas yang dapat benar-benar tahu bagaimana karakter pemimpin, visi misi, dan lain sebagainya dari calon yang akan mereka pilih nantinya. Sedangkan pendekatan yang dapat dilakukan pada tingkat sekolah yang paling penting adalah melalui kurikulum pembelajaran yang harus lebih diarahkan pada pendidikan politik atau pendidikan pemilih pemula agar jangan sampai anak-anak nantinya acuh terhadap pelaksanaan politik bangsa ini. Selain itu juga, agar mengetahui esensi Pemilu yang sebenarnya karena mereka juga punya hak di dalam pelaksanaanya.
Dalam kontestasi pemilu yang diadakan di Indonesia masih berpotensi diwarnai dengan adanya kampanye hitam dan penyebaran hoaxs. Padahal, hal tersebut secara jelas dilarang. Bagi mereka yang dianggap menodai, menghasut lawan politiknya nantinya dapat dipidana. Oleh karena itu, pemilih harus pintar dan cermat terlebih jika melihat atau membaca informasi yang tersebar di sosial media serta harus selalu memastikan informasi yang didapatkan benar-benar bersumber dari Lembaga yang kredibel.
Negara demokrasi seperti Indonesia menganggap para pemuda memiliki peran utama. Hal itu bisa dilihat sejak awal kemerdekaan hingga reformasi selalu ada peran pemuda di dalamnya. Sehingga bisa dikatakan pemuda dalam hal ini adalah penyambung lidah antara elit dan masyarakat. Apa yang menjadi pemikiran pemuda itu bisa diyakini dan dipercayai oleh masyarakat sehingga peran pemuda sangat penting. Tidak hanya sebagai pemilih, tapi juga ikut serta sebagai penyelenggara karena dari peran yang kecil bisa memberikan manfaat yang besar.
Para pemuda diharapkan dapat terbebas atau keluar dari zona nyamannya dan ikut berperan menyuarakan haknya sebagai warga negara karena melalui suara yang mereka berikan akan berdampak besar bagi kelangsungan Bangsa Indonesia. (hms)