Page 15 - KELOMPOK RESEARCH & PROFILE Prodi S3 Pendidikan Bahasa Inggris
P. 15
rumah di Bali, dia mendapatkan boks paket besar dari Australia, dan ketika
dibuka, boks tersebut berisi tesisnya dalam cetakan tebal sebanyak 6 eksemplar
yang belum ditandatanganya. Ternyata dia lupa menandatangani dokumen
tesisnya, sehingga pihak kampus harus mengirim dokumen tesis tersebut ke Bali
untuk ditandatangani dengan tinta basah, dan kemudian dikirim balik ke
Australia. Karena mengirim dokumen tebal dan jumlahnya 6 eksemplar, maka
waktu yang dihabiskan untuk mengirim tesis kembali ke Australia agak lama.
Oleh sebab itu, proses administrasi yang dibutuhkan untuk mengurus
kelulusannya menjadi lebih lama, dan dia tidak bisa mengikuti wisuda tahun
tersebut di tahun 1992, dan harus mengikuti periode wisuda tahun 1993.
Meskipun demikian, dia merasa sangat senang dan bersyukur karena telah berhasil
lulus dengan baik meskipun harus meninggalkan anaknya di Bali yang masih bayi
saat itu.
Setelah tamat S2 dan mendapatkan gelar MA in Education, Bu Dewi
kembali bekerja di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di kampus yang sama.
Selama bekerja, dia banyak mendapat tugas tambahan dari pimpinan, misalnya
menjadi Koordinator Program IMHERE dan DUE-like dimana dia banyak belajar
tentang menangani proyek- proyek pemerintah, baik itu secara administratif,
secara akademik maupun secara psikologis/ kematangan mental psikologis. Dia
merasa keterampilan untuk bekerja dan menangani projek-proyek pemerintah
membuat dia semakin matang dalam hal pemanfataan waktu dan keterampilan
menyelesaikan pekerjaan, sesuai dengan rentangan jadwal dan kerangka waktu
yang tersedia.
Melalui program DUE-Like tersebut, Bu Dewi kemudian disarankan untuk
melanjutkan studi di UNUD, lokasi kampus terdekat dari kampus asal, karena
harus tetap menjalankan proyek DUE-like yang sedang berlangsung saat itu, dan
tetap bisa terlibat dan juga sekaligus bisa kuliah melanjutkan S3. Sebenarnya
kesempatan untuk kuliah S3 di Australia saat itu sangat memungkinkan, tetapi
ketika berkas lamaran harus dikirim, dia tidak mendapatkan persetujuan tanda
tangan dari pimpinan dengan alasan dia sudah terdaftar kuliah di UNUD dengan
biaya dari program DUE-like saat itu.
Bu Dewi, kembali mengikuti saran dosen senior dan saran keluarga untuk
kuliah di Bali agar bisa tetap menjalankan tugas dan kewajiban mengerjakan
proyek di kampus. Sebenarnya dia ingin protes dan menolak. Tetapi, lagi dan
lagi, dia tidak punya kuasa untuk melakukan penolakan. Akhirnya dia
menyetujuinya. Sisi baiknya adalah dia bisa kuliah dan tetap bisa mengasuh
anak dan menyaksikan perkembangannya, serta tetap bekerja di kampus, karena
saat itu Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris mendapatkan proyek dari pemerintah.
Kuliah sambil kerja sebagai dosen dengan banyak tugas tambahan lainnya (tetap
menjadi pembimbing skripsi, pembimbing mahasiswa PPL serta tetap menangani
proyek besar dari pemerintah) memerlukan keterampilan membagi waktu. Tetapi
pengalaman bekerja keras dan keterampilan mengatur waktu yang sudah
terbentuk sejak lama, menyebabkan dia tidak mengalami hambatan yang berarti.
Selama kuliah di S3 Linguistik UNUD, Bu Dewi harus kuliah “ampulen” yaitu
ikut mengambil kuliah di S2 Linguistik agar memiliki dasar untuk bisa melanjutkan
ke S3 pada bidang yang sama. Hal ini diusulkan karena pendidikan S2 yang
dipelajari sebelumnya tidak dibidang Linguistik, sehingga harus ikut mempelajari
11