Page 136 - KELOMPOK RESEARCH & PROFILE Prodi S3 Pendidikan Bahasa Inggris
P. 136
yang ia susun untuk menjadi gerbang ke horizon penelitian yang lebih luas dan mengakar
pada budaya dimana ia berada. Ibu Arie menyadari bahwa apapun ilmu yang kita pelajari, itu
tak pernah cukup pada penguasaan ilmu itu sendiri, ataupun pada penggunaan ilmu itu untuk
menyelesaikan satu pembahasan. Apa yang ia pelajari saat S3 menjadi pintu untuk mendalami
ilmu-ilmu lain yang serumpun, ataupun ilmu-ilmu lain untuk mengembangkan kajian trans-
disipliner, terutama yang berkaitan langsung dengan kehidupan nyata di masyarakat.
Beranjak dari pemikiran itu, Ibu Arie semakin mendalami analisis kajian wacana
dengan berbagai pendekatan teori kritis, terutama dalam berbagai teks yang menjadi
kesehariannya sebagai dosen di Bali. Melalui analisis ini ia mulai melihat dan mengkaji
semua phenomena sosial secara kritis dari pada hanya menerimanya sebagai sebuah hal
lumrah. Sebagai contoh, ia melihat penggambaran sosok ibu tiri di beberapa cerita seperti
dongeng Cinderella adalah sosok yang kejam. Namun, Ibu Arie yang lahir dari ibu kedua dari
tiga istri yang dimiliki sang ayah melihat sosok ibu tiri yang berbeda dengan di cerita
Cinderella. Sosok ibu tiri yang ia miliki adalah sosok yang ikhlas menjadi ibu sambung bagi
anak-anak tirinya. Ditambah lagi, cerita seperti Cinderella ia lihat terlalu menggambarkan
posisi perempuan yang tidak menguntungkan, seperti berlomba untuk mendapatkan suami dan
bergantung pada suami. Cerita-cerita yang lumrah inilah yang Ibu Arie lihat sebagai teks
dengan ideologi yang bisa memengaruhi anak-anak untuk memahami konsep gender dengan
sudut pandang patriarkis yang merugikan perempuan. Ketika anak dan peserta didik membaca
dongeng Cinderella, mereka dapat saja menginternalisasi ideologi bahwa perempuan harus
selalu mengalah, harus bisa memasak, membersihkan rumah dan menjahit baju. Lebih celaka
lagi apabila tertanam pikiran bahwa perempuan harus menunggu untuk diselamatkan oleh
pangeran gantengnya, yang hanya akan terjadi jika perempuan itu cantik, berpinggang
ramping, berkaki mungil, dan bersuara merdu. Maka, perempuan seperti Ibu Arie yang
memiliki suara sumbang dan lebih suka membaca daripada memasak akan sangat sial dan tak
akan mendapatkan suami yang layak.
Oleh karena itu, Ibu Arie berpikir bahwa berbagai wacana yang dianggap biasa-biasa
saja harus disikapi secara kritis agar tidak meneruskan siklus konsep-konsep yang
mengajegkan hirarki yang tak adil terhadap kelompok masyarakat tertentu, gender tertentu,
atau status sosial tertentu. Banyak kajian-kajian yang dilakukan oleh Ibu Arie mencermati
masalah marginalisasi perempuan atau kelas sosial atau kelompok etnis tertentu dalam cerita
rakyat, buku teks, film popular, atau karya sastra yang dianggap selalu baik. Beberapa tulisan
Ibu Arie terkait kajian-kajian tersebut dapat diakses melalui akun Google Scholar Bu Arie
132