Page 135 - KELOMPOK RESEARCH & PROFILE Prodi S3 Pendidikan Bahasa Inggris
P. 135

dapur.
                         Ketika  Bu  Arie  mulai  membaca  novel-novel  Jane  Austen  untuk  tugas  mata  kuliah

                  Prose Fiction, Ibu Arie merasakan adanya tekanan yang dialami oleh para tokoh perempuan

                  dalam  novel-novel  itu.  Untuk  tugas  mata  kuliah  ini,  Bu  Arie  melakukan  perbandingan
                  pencitraan  atau  karakterisasi  tokoh  utama  perempuan  dalam  dua  novel  Jane  Austen.

                  Tampaknya, Bu Arie belum puas ketika membahas dua novel saja. Karena itu, saat Bu Arie

                  menulis  skripsi,  Bu  Arie  memutuskan  untuk  membahas  Teknik  pencitraan  dalam  keenam
                  novel  Jane  Austen.  Dari  pembahasan  pencitraan  dan  teknik  pencitraan  inilah,  Ibu  Arie

                  merasakan bahwa tokoh-tokoh perempuan di novel-novel Jane Austen cendrung melenceng
                  dari karakterisasi yang dianggap pantas untuk perempuan pada jaman Jane Austen. Elizabeth

                  Bennet  dalam  novel  Pride  and  Prejudice  tak  suka  bersolek,  tapi  lebih  suka  membaca  dan
                  menjelajah  alam;  Elinor  Dashwood  dari  novel  Sense  and  Sensibility  menganggap  sikap

                  emosional  adiknya  sebagai  kelemahan;  Fanny  Price  yang  miskin  dalam  Mansfield  Park

                  menolak  untuk  dinikahi  laki-laki  kaya  karena  ia  ingin  menikah  dengan  laki-laki  yang
                  dicintainya; dan Emma dalam novel Emma menolak untuk diboyong ke rumah suaminya yang

                  lebih  kaya  karena  ia  ingin  mempertahankan  statusnya  sebagai  pembuat  keputusan  dalam
                  rumah  tangga  .  Padahal,  perempuan  di  jaman Jane  Austen  dituntut  untuk tampil  feminine,

                  lugu, cendrung awam dalam berlogika, dan dididik untuk mencari suami kaya, terlepas dari
                  perasaan cinta atau tidak. Hal ini membuat Ibu Arie sangat merasakan adanya nada protes

                  yang  disampaikan  Jane  Austen  melalui  novel-novelnya,  bahwa  berbagai  kepantasan  yang

                  dituntut pada perempuan justru melemahkan perempuan sebagai manusia yang utuh.
                         Jane  Austen  merupakan  penulis  yang  menulis  sejaman  dengan  salah  satu  proponen

                  feminisme  gelombang  pertama  di  Inggris,  Mary  Wolstonecraft.  Namun  dalam  tulisannya,
                  Austen  tidak  sekalipun  menyuratkan  bahwa  ia  mendukung  feminisme.  Dalam  karya-karya

                  Jane  Austen,  Ibu  Arie  menggali  bagaimana  Austen  mengangkat  kedangkalan  pemikiran

                  perempuan yang bersekolah di sekolah perempuan. Pada proses penulisan disertasi mengenai
                  kajian  novel  Jane  Austen,  Ibu  Arie  dihadapkan  pada  dua  pertanyaan  menohok  megenai

                  hubungan  antara  mempelajari  Sastra  Inggris  dengan  posisinya  sebagai  dosen  di universitas
                  pendidikan dan juga urgensi mempelajari Jane Austen di Inggris pada peralihan Abad ke-19,

                  sedangkan  Ibu  Arie  hidup  di  Bali  dua  ratus  tahun  kemudin.  Kedua  pertanyaan  tersebut

                  merupakan  pintu  yang  membuka  mata  Ibu  Arie  bahwa  saat  menulis  disertasinya,  agar
                  kajiannya tidak hanya berfokus pada teks yang akan dikaji saja atau bagaimana membahas

                  teks  tersebut  dari  sudut  pandang  teori  tertentu.  Tetapi,  penting  untuk  menjadikan  disertasi


                                                             131
   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140