Page 141 - KELOMPOK RESEARCH & PROFILE Prodi S3 Pendidikan Bahasa Inggris
P. 141
presentasi di International Symposium on Malay-Indonesian Linguistics (ISMIL) di
Universitas Leiden, Belanda tahun 2008. Yang patut disyukuri adalah, dalam kegiatan
ini juga, ia memperoleh bantuan beasiswa dari dari Universitas Leiden untuk bisa
terbang ke negeri kincir angin ini. Ada banyak pertemuan dengan jejaring
internasional yang sampai saat ini masih terjalin baik dan bahkan ada momen-
momen penting bersinggungan kembali, entah secara pribadi atau melalui mantan
mahasiswanya di masa selanjutnya. Ada banyak pengalaman baik dan positif juga
dari perjalanan ini. Di medio ini, di tahun 2007, ia juga sempat mengikuti pendidikan
non-gelar di Institut Teknologi Bandung dalam bidang kajian Technology-based
TEFL, mengingat minat dan kajiannya saat itu yang memang banyak bersinggungan
dengan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. Pelaksanaan pendidikan non-
gelar ini juga menjadi momen penting dalam perjalanan karir selanjutnya. Sejak saat
ini, ia mulai mendalami, melakukan, meneliti, presentasi, dan berbagi dengan banyak
pihak-pihak terkait pemanfaatan, mengingat bidang ini mulai berkembang dan sangat
dibutuhkan di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris saat itu, karena belum ada yang
mendalaminya.
Setelah hampir tiga tahun sejak menyelesaikan Magister, Pak Hery kemudian
mencoba beberapa beasiswa untuk bisa melanjutkan studinya ke level doktoral.
Beasiswa memang menjadi cara baginya untuk meningkatkan diri dengan jalan yang
baik dan bermartabat. Setelah mencoba beberapa beasiswa dan gagal, tahun 2009 ia
mendapat 3 beasiswa sekaligus untuk pendidikan S3, yaitu Beasiswa Fulbright ke
Negeri Paman Sam, Beasiswa Dikti dan International Postgraduate Research
Scholarship (IPRS) untuk ke Negeri Kangguru. Ada perjalanan menarik disini. Sejak
awal, ia memang ingin pernah mengenyam pendidikan di negara yang menggunakan
bahasa Inggris. Ia sadar, profesinya sebagai pendidik di bidang bahasa Inggris akan
bisa lebih baik ke depannya jika pernah mengalami situasi otentik di lingkungan
berbahasa Inggris itu sendiri. Oleh karenanya, ia semangat mencoba melanjutkan ke
luar negeri. Berbagai persiapan dilakukan, bahkan berdarah-darah, bisa dikatakan
demikian.
Tahun 2008 pertengahan, berita baik dari Fulbright datang. Ia diterima
beasiswa prestisius tersebut. Selanjutnya, ia fokus untuk menyiapkan tahapan
selanjutnya. Proses wawancara dilakukan. Dari Singaraja di Bali Utara, ia naik
sepeda motor ke Denpasar di Bali Selatan. Menariknya, ia bertemu dengan Tom,
salah seorang profesor yang ia temui di Belanda dulu. Ini yang ia sebutkan
sebelumnya, sebagai mozaik-mozaik positif yang membantu merangkai kepingan-
kepingan puzzle ke depannya. Tentunya Tom masih ingat. Namun yang saya
tanamkan darinya saat itu, ia sangat profesional ketika mewawancarainya. Artinya, ia
tidak menunjukkan ada pertemanan bersifat personal. Ini kemudian juga menjadi
momen penting baginya dalam konteks profesionalisme. Singkat cerita, ia lolos
semua proses dan sedang menunggu hasil penempatan Universitas. Beberapa
kawan profesor di Ohio State University sudah menunggunya. Tak disangka, tawaran
beasiswa lain datang dari IPRS di La Trobe University (LTU), Australia. Saat itu, ia
memang mengajukan lamaran juga. IPRS juga adalah salah satu beasiswa prestisius
di Australia karena seleksi yang sangat ketat dan biasanya hanya 1 tiap negara pada
tahun tersebut yang bisa diberikan beasiswanya. IPRS memberikan bantuan bagi
kandidat yang dianggap potensial untuk melaksanakan riset. Ini sepertinya terjadi
karena pihak LTU) memang meminta data penelitiannya sebelum seleksi. Beasiswa
Dikti ia pakai sebagai cadangan dan mengutamakan beasiswa yang lebih baik
manajemennya.
Karena masih ingin ke Negeri Paman Sam, ia meminta waktu untuk
137