DESA Pedawa adalah salah satu desa Bali Aga di Bali Utara. Sebagai desa kuno, memiliki berbagai kearifan lokal yang menarik untuk dikenali lebih dalam. Salah satunya tentang air. Seperti apakah itu?
Desa Pedawa berada di wilayah Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Desa ini masuk sebagai kawasan pegunungan yang subur. Masyarakatnya sebagian besar menggeluti sektor pertanian. Dalam perkembangannya, desa ini juga menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. Tentu munculnya daya tarik itu tidak terlepas dari berbagai keunikan yang dimiliki.
Desa kuno ini memiliki salah satu tradisi yang masih terpelihara baik oleh masyarakat hingga zaman modern ini. Itu adalah mengumpulkan 11 warna air dari sumber berbeda. Lebih dalam tentang kearifan lokal ini dikupas oleh akademisi Undiksha, I Wayan Sadnyana, S.S.,M.Si yang menjadi narasumber dalam kuliah umum dengan tema Asia Ethnoscience and Local Wisdom yang diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) melalui Program Studi Pendidikan Sosiologi yang berkolaborasi dengan Eurasia Foundation, Senin (18/3/2024).
Akademisi asal Desa Pedawa ini menjelaskan prosesi mengumpulkan dan mempersembahkan 11 sumber air menjadi syarat sebelum dimulainya upacara besar berkaitan dengan dewa yadnya, upacara pitra yadnya, upacara manusa yadnya, dan upacara agama lainnya.
Sebelas sumber air ini didapatkan dari tempat berbeda yang ada di wilayah desa. Diantaranya dari rongga atau empul buluh, paung batu atau lubang batu, lubang akar tanaman atau paung bun, rembesan tepian sumur, ujung pertemuan dua sungai atau belahan tukad, apit munduk atau cekungan diantara dua bukit, air bersih dari pancuran, air bersih yang baru keluar dari pangkal pancuran atau yeh mara tumbuh, air dari nasi yang didinginkan atau yeh lembuah, air di bekas potongan bambu, dan dari sisa potongan bambu.
Mengumpulkan air dari tempat berbeda ini tentu bukan hal yang mudah. Masyarakat harus memahami ekosistem lingkungan sekitarnya, seperti sungai, tebing, dan tanamannya serta belajar tentang kondisi sumber air.
Tradisi yang telah menjadi warisan leluruh ini tidak hanya sebagai bagian dari sebuah ritual. Lebih dari itu juga sebagai wujud kearifan konservasi purba untuk pelestarian air. Dalam perjalanannya, Masyarakat Desa Pedawa tetap setia menjaga dan melaksanakan tradisi ini. Sadnyana mengakui ada tantangan yang dihadapi dalam menjaga kelestarian sumber-sumber air. Salah satunya adalah berkurangnya pepohonan penghasil air dan tergantikan oleh tanaman komoditi.
Masyarakat Desa Pedawa tidak tinggal diam melihat kondisi ini. Gerakan konservasi dan edukasi terus digalakkan yang digawangi oleh masyarakat yang tergabung dalam kelompok “Kayoman Pedawa”. Kelompok ini gencar melakukan penanaman pohon di sekitar sumber air yang juga melibatkan kalangan anak-anak. Tentunya, ada misi besar yang diusung, yaitu menjaga kelestarian air dan menjaga tradisi. (hms)