Sebanyak 104 mahasiswa Undiksha perwakilan dari pengurus organisasi kemahasiswaan menjalani Pendidikan dan Latihan (Diklat) Revolusi Mental. Kegiatan diklat dilaksanakan oleh Undiksha dan bekerjasama dengan Sekolah Polisi Negara (SPN) Singaraja. Kegiatan diklat berlangsung 6-8 April di asrama SPN sebagai salah satu upaya pembentukan mental dan karakter mahasiswa.
Diklat tersebut dibuka langsung oleh Kepala SPN Singaraja AKBP Waluya SIK yang ditandai dengan penyematan pin peserta. Pihaknya mengatakan program yang dilaksanakan atas kerjasama SPN dengan Undiksha sebagai salah satu bukti SPN tidak hanya mendidik Polri. Tetapi juga guru, kepala sekolah dan mahasiswa.
Pelatihan Kepemimpinan dan Revolusi Mental yang menyasar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undiksha Singaraja yang berlangsung, hingga hari Minggu (08/04) itu secara resmi dibuka oleh Wakil Kepala SPN Singaraja AKBP Waluya, S.I.K. dihadiri para Wakil Rektor Undiksha Singaraja. Selama mengikuti pelatihan mereka akan diterpa dengan didikan kedisiplinan, kerapian dan kebersamaan.
“Harapannya mahasiswa sebagai bagian 4 pilar kebangsaan yang selama ini selalau didengungkan Bapak Presiden mulai memudar agar memiliki soliditas dan disiplin tinggi dan menjadi contoh mahasiswa lainnya untuk tetap membela NKRI,” kata dia yang ditemui Sabtu (7/4).
Sementara itu Rektor Undiksha, Dr I Nyoman Jampel mengatakan diklat revolusi mental yang dilaksanakan lembaganya merupakan salah satu upaya mencetak karakter mahasiswa yang unggul dan berdaya saing. Pihaknya pun mengatakan revolusi mental yang perlu dilakukan mahasiswanya menghadapi persaingan global sangat erat kaitannya dengan visi Undiksha sebagai universitas unggulan di Asia dengan berlandaskan Tri Hita Karana.
“Mahasiswa yang ingin kami cetak tidak cukup cerdas intelektual, tetapi juga cerdas secara sosial, spiritual dan emosianal, ketiganya juga sangat sejalan dengan visi kami yakni Tri Hita Karana,” kata dia.
Dalam Tri Hita Karana disebutkan tiga hubungan harmonis manusia dengan manusia, Tuhan dan lingkungan. Ketiga keserasian itu semuanya berlandaskan sikap saling menghormati. Baik dengan Tuhan, sesama dan juga keseimbangan lingkungan. Dengan diklat revolusi mental mahasiswa juga diarahkan untuk tetap sepakat bahwa NKRI adalah harga mati.
Hal tersebut pun disebut Jampel sebagai salah satu upaya mempersempit ruang permusuhan, dengan berbagai keberagaman menghargai sesamanya. Sehingga tidak ada lagi hujatan, tidak ada lagi mahasiswa yang pintar science dan teknologi unttuk menyesatkan, tetapi menggunakan ilmunya untuk kemasyarakatan warga Indonesia.