Latar Belakang Permata Sakti

Penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan pendidikan nasional, tidak dapat dilepaskan dari amanat Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang – undang”. Peran perguruan tinggi sebagai penyelenggara layanan pendidikan tinggi adalah sangat strategis dan tidak sekedar membuka akses pendidikan tinggi sebagai implementasi dari kewajiban konstitusional untuk menyelenggarakan pendidikan. Perguruan tinggi berperan dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa untuk menghasilkan modal sumber daya manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, inovatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Peran strategis ini dilaksanakan oleh perguruan tinggi dengan sejumlah tantangan, baik yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal. Tantangan internal terutama berasal dari tata kelola perguruan tinggi yang belum dilakukan sesuai standar tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university governance) sebagaimana standar nasional pendidikan tinggi pada umumnya. Pengelolaan beberapa perguruan tinggi di Indonesia masih dilakukan secara konvensional, tanpa dilandasi oleh suatu perencanaan strategis yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan para pemangku kepentingan dan rencana strategis dan atau prioritas nasional yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Penerapan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) belum merata di semua perguruan tinggi tanah air, sehingga sulit menembus atau hanya sedikit diantaranya yang mendapat predikat perguruan tinggi berkelas international. Demikian pula penerapan program merdeka belajar dan kampus merdeka di perguruan tinggi yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I akhir-akir ini, sebagai upaya memberikan keleluasaan dan mendorong mahasiswa untuk berinovasi dengan kreatif agar secepatnya mampu mensejajarkan diri dengan perguruan tinggi lainnya, khususnya dikawasan ASEAN. Dalam program kampus merdeka dan merdeka belajar, perguruan tinggi diharapkan dapat memberi peluang lebih besar kepada mahasiswa untuk menggali dan mengembangkan potensinya secara luas dan terbuka melalui kegiatan dan pembelajaran inovatif menggunakan teknologi informasi dan kecanggihan teknologi lainnya.

Pada tantangan eksternal, sejumlah indikator dapat diidentifikasi sebagai gambaran sejumlah masalah yang meliputi; (1) semakin kritisnya masyarakat terhadap mutu perguruan tinggi, yang tercermin dari sistim akreditasi perguruan tinggi; (2) jumlah perguruan tinggi yang terus bertambah banyak, namun angka partisipasi kasar (APK) masih rendah dibanding dengan Negara-Negara Asia lainnya; (3) biaya pendidikan tinggi yang semakin meningkat sedangkan proporsi jumlah keluarga yang mampu membayar penuh biaya kuliah di perguruan tinggi semakin menurun; (4) revolusi besar di bidang teknologi dengan permasalahannya yang multi komplek yang berdampak revolusioner terhadap sistem pengajaran sehingga membutuhkan SDM yang multi talen; (5) sektor pencetak laba telah memasuki pasar pendidikan tinggi; (6) sementara dukungan politik dan keuangan terhadap pendidikan tinggi semakin berkurang dan (7) mutu lulusan perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan ekspektasi dunia kerja.

Kondisi faktual lainnya yang masih harus menjadi perhatian semua pihak adalah masalah disparitas kualitas atau mutu antar perguruan tinggi di Indonesia yang masih sangat tajam, baik antara PT di Pulau Jawa dan PT diluar Pulau Jawa, maupun antara PTN dan PTS. Hal ini disebabkan oleh tidak sinergisnya pola pembinaan antar perguruan tinggi yang didalamnya melibatkan perguruan tinggi yang sudah kuat dan yang masih lemah, belum berjalan dengan baik. Padahal, pada dasarnya hal tersebut tidak perlu terjadi jika setiap perguruan tinggi dibangun melalui pola keunggulan komparatif yang dimiliki masingmasing dan tercermin dalam diferensiasi visi misi yang diemban. Hal tersebut dapat menjadi daya tarik kerjasama dan modal dasar bagi perguruan tinggi untuk saling belajar sehingga semua perguruan tinggi akan menjadi entitas pembelajaran yang spesifik diseluruh tanah air nusantara.

Dalam situasi penuh tantangan seperti sekarang ini, maka diperlukan pola kerjasama antar perguruan tinggi di Indonesia agar dapat memperkuat daya saing dalam era globalisasi. Kerjasama tersebut sangat penting bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Kerjasama pendidikan tersebut akan memberikan peluang bagi pendidikan tinggi nasional untuk saling meningkatkan mutu, memperluas akses, dan memperkuat jejaring antar perguran tinggi secara nasional. Kerjasama tersebut akan berdampak pada perluasan wawasan kebangsaan bagi sivitas akademika perguruan tinggi, meningkatkan sinergi, efisiensi sumberdaya untuk pembelajaran dan riset, menumbuhkembangkan pusat keunggulan, meningkatkan standar mutu antar perguruan tinggi nasional, membangun kapasitas bersama untuk meningkatkan daya saing bangsa, dan memperkuat peran perguruan tinggi sebagai perekat kebangsaan. Semua ini akan mendukung keberhasilan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang telah diamanatkan dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Program  PERMATA  telah dilaksanakan  sejak  tahun 2014 dan terus disempurnakan dari tahun ketahun. Pada awalnya, program ini hanya melibatkan 3 perguruan tinggi yang saling melakukan kegiatan pengalihan angka kredit dari 33  mahasiswa peserta. Pada tahun 2015 jumlah mahasiswa yang terlibat meningkat menjadi 97 mahasiswa dari 17 perguruan tinggi yang terlibat, baik universitas umum, LPTK maupun politeknik, dan pada tahun 2016 telah melibatkan sebanyak 505 dari 109 PTN, LPTK, Politeknik, ISI, dan PTS. Tahun 2017, sebanyak 205 mahasiswa dari 29 PTN dan 6 WILAYAH KOPERTIS. Tahun 2018, sebanyak 205 mahasiswa dari 29 PTN dan 6 WILAYAH KOPERTIS. Dari pengalaman 5 tahun pelaksanaan program PERMATA telah diperoleh hasil yang sangat baik dan progresif sebagaimana ditunjukkan dalam indikator pencapaian tujuan program Kementerian. Namun, seiring dengan tantangan pendidikan tinggi diera Revolusi Industri 4.0 saat ini, maka tentunya diperlukan inovasi baru dalam penyelenggaraan Program PERMATA. Hal tersebut dilakukan pada tahun 2019 dengan mengintegrasikan pembelajaran daring kedalam pelaksanaan kegiatan PERMATA 2019. Dengan demikian,  pada program PERMATA tahun 2019 telah mulai dikembangkan sistem pembelajaran daring (online) terhadap sebagian perkuliahan mahasiswa PERMATA, dan pembelajaran Sistem Alih Kredit dengan menggunakan Teknologi Informasi, sehingga nama kegiatan ini berubah menjadi program PERMATA-SAKTI, yang merupakan singkatan dari “Program Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara – Sistem Alih Kredit dengan Teknologi Informasi”. Tahun 2019 Program PERMATA SAKTI mulai menerapkan sistim blended learning yang diikuti oleh 350 mahasiswa dari 39 PTN. Program ini sejalan dengan kebijakan Kemendikbud saat ini tentang program merdeka belajar dan kampus merdeka di perguruan tinggi.

Pada tahun 2020 penduduk dunia dikejutkan dengan adanya wabah global yaitu Pandemi COVID-19 termasuk di Indonesia. Pandemi Covid-19 telah merubah semua tatanan proses pembelajaran diseluruh dunia, dan sangat berdampak pada pelaksanaan Program PERMATA SAKTI 2020. Atas kondisi tersebut, program PERMATA SAKTI 2020 yang semula dilakukan secara sit in di lokasi perguruan tinggi penerima, maka untuk tahun 2020 pelaksanaannya dilakukukan dengan inovasi pembelajaran yang dilaksanakan dalam jaringan secara penuh (full daring).  Dengan adanya inovasi tersebut, maka penyelenggaraan Program PERMATA SAKTI tahun 2020 ini memerlukan berbagai perubahan dan penyesuaian sehingga perlu diatur dengan sistematis dalam Pedoman Operasional Baku (POB) Program PERMATA-SAKTI 2020 sesuai dengan Pedoman Covid-19.