Memori Kolektif “Grubug Agung” Sebagai Modal Sosial-Budaya Dalam Menangani Covid-19

Deskripsi Singkat:

“Memori Kolektif Grubug Agung Sebagai Modal Sosial-Budaya Dalam Menangani Covid-19. Memori Kolektif “Grubug Agung” merupakan konsep sakit dan mati secara bersamaan dan menjadi mitos, bayang-bayang menakutkan, karena kematian yang tidak dapat dipahami secara tradisional, seperti ketika wabah kolera/ muntaber, cacar, yang memunculkan banyak kematian. Metafora dari kematian ayam yang secara bersamaan dan hanya tersisa dan itupun jangeran (ileg-ileg karena otaknya terganggu). Pengalaman secara bersama-sama di masa lalu itu menjadi ingatan bersama, tersmpan dalam memori jangka panjangpada semua penduduk, bahkan diceritakan secara turun-temurun menjadi sebuah mitos pada masyarakat (Bali khususnya).

Dalam pandemi atau endemi yang dialami secara bersama-sama itu tentu memiliki modal budaya (kepribadian kolektif) dan masyarakat (sosial) dalam menghadapi HTAG yang dialami masyarakat. Modal sosial-budaya itu seperti rasa kemanusiaan, rasa memiliki, rasa cinta kasih, rasa kebersamaan, rasa sedih, rasa empati/simpati, penyamabyrayaan, rasa senasib dan sepenanggungan karena tekanan musibah yang lepas dari SARA. Modal sosial budaya inilah yang perlu ditumbuhkan dalam menangani Covid-19 itu. Alikan Gumi era nungkalik/ materialistis dan kapitalistik (Jiwa Zaman/zeitgeist) dan belenggu budaya zaman yang berkembang di masyarakat sebagai pengaruh era globalisasi dan pariwisata di Bali sangat bertentangan dengan modal sosial-busaya yang saya jelaskan di atas, sehingga perlu ditumbauhkembangkan dan dibangkitkan sehingga keindonesiaan bangsa kita, seperti zaman penjajahan (tantangan kolonial) dapat ditumbuh kembangkan dalam membangun norma baru di era covid 19 ini. Memori kolektif bangsa sesunguhhnya tidak berbeda dengan sejarah (dalam hal ini sejarah kesehatan/penyakit), leh karena itu memori kolektif bangsa kita banyak tersimpan di arsip (arnas/lokal), mitos, tradisi, cerita rakyat, baik tradisi lisan maupun sejarah lisan, biografi tokoh, prosografi daerah, dan sebagainya. Dengan belajar dari memori kolektif masyarakat/bangsa kita dapat jadikan dasar berpikir yang bijak dalam menangani, menanggapi cara-cara lain selain yang diprotapkan oleh WHO dalam menangani masalah Covid-19.

Sebagai contoh demikian Covid-19 diberitakan orang Bali telah melakukan beberapa kali ritul pecaruan dengan berbagai makna yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya hal itu sebagai upaya menenangkan masyarakat yang panik karena dengan pemahamannya secara tradisional dan beberapa tradisi ( Lontar di Bali) yang biasa dilakukan dalam menangani penyakit Bali. Ada semboyan dalam pikiran yang sehat terdapat badan yang sehat, sebagai kebalikan dari dalam badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat (Vini,Vidi, Visi). Belajar dari sejarah agar masyarakat menjadi sehat jasmani dan rohani, maka berikan mereka melakukan ritual (ngelmu) sebagaimana biasanya (obat psikhis) seperti mecaru, ke dukun, sembahyang (mohon seger oger kerta raharja), kemudian lanjutkan dengan memberikan ilmu pengetahuan, sehingga protap Pemerintah (WHO) dijalankan, sehingga masyarakat merasa kuat dalam menghadapi situasi dan kondisi HTAG (Hambatan, Tantangan, Ancaman, dan Gangguan) yang menekan dalam berbaggai faset kehidupan (multidimensional), seperti HTAG dalam sakit, ekonomi, sosial, budaya,psikologis dan sebagainya. modal Kebajikan sosial-budaya kolektif sangat penting dan sangat fungsional untuk menumbuhkembangkan keindonesiaan yang rapuh ketika pracovid-19 karena adanya berbagai faktor luar, seperti agama-agama besar yang kita anut, kapitalisme dan individualisme, libralisme, demokrasi rasa kerajaan, Ajeg Bali rasa Wangsa yang ternyata semuanya semu yang kita pandang unggul, ketika Covid19 melanda Bangsa ini. “

Jadwal Kegiatan: Senin, 22 Juni 2020

Jam Pelaksanaan: Jam 14.00 – 15.00 wita

 


Dr. I Made Pageh, M.Hum.

Dosen Undiksha


Dr. Drs. I Made Pageh, M.Hum lahir di Dusun Gunung Kangin Baturiti Tabanan 31 Desember 1962, alumnus S1 FKIP Unud tahun 1982, S-2 Sejarah Universitas Gajah Mada tahun 1998, dan selesai S-3 di kajian Budaya Unud 2016. Tenaga educatif di Prodi Sejarah Jurusan SSP Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial. Kini dipercaya sebagai Wakil Dekan Dua di Fhis. Pengabdian pada keilmuan menjadi pengagas dan pelaksana dalam usulan Pahlawan Nasional Mr. I Gusti Ketut Pudja, sebagai pahlawan Nasional ditetapkan oleh Presiden SBY tahun 2011; Menjadi ketua Pelaksana dalam Pemerdayaan Masyarakat (Sibermas) di Bangli 2004-2006 menguslkan KBT kelompok belajar terstruktur kini telah menjadi beberapa TK di Kecamatan Kintamani Bangli, mengusul dan membuat naskah akadmik pembuatan Museum Sunda Kecil (2018); sedang megusulakan Ida Made Rai sebagai pahlawan nasional, dalam peristiwa Perang Banjar 1868 yang menggegerkan Batavia ketika itu. Menulis beberapa buku dan sumbangan tulisan terkait dengan keilmuan saya. Antara lain, (1). Sejarah dan Kearifan Berbangsa: Bunga Rampai Perspektif Baru Pembelajaran Sejarah; (2) Model Integrasi Masyarakat Multietnik: Nyama Bali Nyama Selam (Belajar dari Enclaves Muslim di Bali, 2013) out put penelitian Stranas); Model Revitalisasi Ideologi Desa Pakraman Bali Aga Berbasis Kearifan Lokal (2018, out put Stranas); dan beberapa buku ajar untuk kuliah.